April 10, 2008

TANTANGAN SEORANG PRESBITER?

Rm. Mangun dalam Gereja Diaspora menuliskan tentang siapakah umat kristiani sekarang ini. Perlu disadari bahwa umat kristiani tidak lagi hidup dalam masyarakat agraris melainkan hidup dalam rimba metropolitan yang penuh dengan kebisingan dan kekejaman yang belum pernah dilami oleh bangsa kita sebelumnya. Dinamika kota industri dan bisnis modern, struktur serta jaringan-jaringan yang lintas teritorial bahkan suprateritorial semakin membongkar dan mencerai-beraikan seluruh kehidupan. Umat seagama seiman menjadi serba terpencar dengan kata lain menjadi diaspora[1]. Pada dasarnya model paroki berstruktur teritorial dari budaya agraris masih dominan, tetapi semakin hari semakin amat sulit melayani pembekalan spiritual dan pendampingan rohani (sering jasmani juga) yang pas bagi manusia yang sudah hidup dalam dunia yang lain sama sekali cara kerja serta gaya hidupnya dalam iklim dan suasana perkotaan yang lebih mengikuti fungsi kerja atau lapangan mencari nafkah. Gereja berada dalam situasi jaringan, umat menjadi terpencar-pencar. Namun yang menjadi pertanyaan: Siapakah Gereja dalam konteks situasi demikian? Siapakah umat? Semoga pandangan saya tentang Gereja dan umat tidak hanya terpatok pada peristiwa dimana setiap hari banyak umat berduyun-duyun datang ke gereja dan merayakan ekaristi setiap hari atau setiap minggu, atau anak-anak sampai simbah-simbah yang mengikuti doa rosario di lingkungan. Gereja adalah paguyuban manusiawi historis yang mengimani Allah, maka tidak hanya terpatok pada umat yang rajin berdoa di gereja atau lingkungan, tetapi juga mereka yang tidak bisa mengikuti kegiatan gereja karena rumah yang terpencil dari gereja atau mereka yang tidak mampu pergi mengikuti perayaan ekaristi karena tuntutan pekerjaan namun mereka semua sungguh merasakan kehadiran Allah yang menyapa dalam hidupnya dan saling meneguhkan satu sama lain dalam iman.

Suasana ini menghantarkan sosok seorang imam (yang pastinya mumpuni dalam seni penggembalaan) untuk mencari dan menerapkan model penggembalaan yang dapat dirasakan oleh umat kristiani yang masih berdiam dalam paroki teritorialnya hingga merambah dan berkesan kepada mereka yang hidup dan tinggal dalam suasana diaspora. Dalam tantangan penggembalaan yang demikian ini apa yang dapat dibuat oleh seorang imam?


Gaya Pelayanan yang Perlu Diusahakan

Lebih lanjut dalam Gereja Diaspora, Rm. Mangun menulis: Demikianlah realitas budaya urban modern dan pascamodern di kemudian hari akan lebih menuntut terutama kemampuan-kemampuan komunikator dan koordinator dari para pembina dan pendamping umat[2]. Bentuk pelayanan yang perlu dikembangkan oleh seorang imam dalam situasi diaspora adalah sosok imam sebagai komunikator dan koordinator. Bagaimana hal ini mau dipahami dalam konteks Gereja sekarang? Saya memahami kata komunikator berarti bahwa ada “pribadi” dan “ada yang dikomunikasikan”. Pribadi adalah kehadiran imam sendiri dengan seluruh keterlibatan hidup mengusahakan tugas komunitas yaitu untuk mengkomunikasikan kisah Allah dalam sejarah manusia sehingga kisah Allah menjadi kisah hidup dalam sejarah manusia. Memang komunikasi yang terjadi bukan hanya sampai disini saja namun lebih dari itu, peran komunikator adalah penggerak jemaat supaya mereka juga mampu memancarkan wajah Kristus di dunia kepada setiap orang melalui berbagai macam bentuk kegiatan yang dijalaninya setiap hari, entah itu di kantor, di pasar, di rumah maupun dimana terdapat simpul-simpul komunitas umat beriman. Komunikasi iman dan jemaat bukan semata-mata komunikasi fungsional saja namun dalam wacana ini komunikasi yang terjalin mewujud dalam bentuk relasi. Hal ini senada dalam 2 Kor 3:2-3, dimana Paulus mau menujukkan relasi antara pelayan imam dan komunitas dalam Peranjian Baru. Imam jabatan masih mempunyai banyak tugas yang real, tidak hanya simbolis belaka, hanya saja metodologinya harus berubah menyesuaikan diri dengan situasi jemaat yang sudah diaspora. Tentunya segala macam pelayanan gereja tidak harus dijalankan oleh seorang imam mengingat situasi yang terpencar. Figur seorang imam diharapkan tampak dalam pribadinya yang mampu memberi motivasi, memberdayakan (empowering), mengembangkan (transformative), melibatkan (participative), mau mempelajari apa saja dari siapa saja dan dimana saja, tekun merawat dan menumbuhkan, mampu menjadi teladan dan menjadi teman seperjalanan bagi umat beriman.


Fungsi Presbiter dan Segala Tantangannya

Panggilan setiap imam senantiasa berada dalam Gereja dan demi Gereja; melalui Gereja panggilan itu dilaksanakan[3]. Imam hanya berfungsi dalam konteks hidup Gereja. Dan hidup Gereja itu hanya mempunyai makna seumpama Gereja sungguh menjadi sakramen kehadiran Allah dalam sejarah manusia. Kehadiran Imam bukan karena dari pribadinya adalah orang suci namun terlebih kehadiran seorang imam dalam Gereja memiliki tugas untuk menjalankan apa yang menjadi tugas paguyuban, maka disinilah letak profesionalitas imam. Dan tugas imam dalam konteks Gereja adalah berperan serta menyambungkan kisah Allah kepada manusia dan sebaliknya manusia kepada Allah. Imam bertanggung jawab terhadap pewartaan Injil Suci supaya sampai kepada manusia dan bertanggung jawab terhadap paguyuban yaitu umat yang mengangkat dia. Guna menjalankan tugas tersebut kehidupan seorang imam perlu senantiasa berakar dalam pribadi Kristus, karena dalam Kristuslah dia turut mengambil bagian dalam tugas-Nya yaitu sebagai Imam, Nabi dan Raja.

Dalam situasi diaspora, sosok presbiter tentunya tidak akan melulu berkutat pada masalah liturgis semata (kendati itu juga pokok) seperti dalam gereja teritorial. Kehadiran seorang imam mendapat tuntutan dan tantangan ketika umatnya berada dalam situasi yang terpencar-pencar yang kemungkinan tidak dapat hadir untuk merayakan misa mingguan secara rutin dalam teritorinya namun dalam teritori lain. Kehadiran imam mendapat tantangan ketika umatnya tidak dapat secara aktif mengikuti kegiatan sembahyangan lingkungan, atau aktif dalam kepengurusan paroki atau stasi tetapi dapat mengusahakan kerja secara profesional di tempatnya bekerja. Kehadiran seorang imam yang dengan segenap wawasannya, waktunya, tenaganya dan seluruh hidupnya membaktikan diri dalam pelayanan secara total kepada jemaat tanpa dibatasi oleh sekat-sekat pembatas demi iman yaitu supaya warta Injil sampai kepada jemaat.

Saya membayangkan pelayanan dalam Gereja demikian ini, sosok seorang imam dengan segala tantangan dan tuntutan pastoral yang dihadapi perlu mengusahakan cara penggembalaan yang khas dan unik seturut situasi yang dihadapi. Tuntutan pribadi seorang imam pertama-tama adalah pangilan akan kesucian. Seorang imam perlu senantiasa mengusahakan hidup dalam kesucian. Kesucian dapat dipahami dalam kerangka senantiasa mengusahakan keakraban dengan Kristus. Kesucian seorang imam menjadi sarana membangun disposisi batin yang dipenuhi dengan roh sehingga memungkinkan seorang imam mampu melihat segala macam peristiwa yang dihadapi dalam bimbingan roh. Kesucian hidup seorang imam ini menjadi wujud kesaksian iman bagi jemaat dan bagi dunia. Maka disinilah akan nampak profesionalitas seorang imam sebagai saksi iman, mampu menghadirkan warta iman bagi jemaat melalui kehidupan konkretnya.

Dari segi pelayanan, kehidupan paroki menuntut kehadiran sosok seorang imam yang mampu membangun kerjasama dengan jemaat. Kehadiran imam sebagai penghubung kisah Allah agar kisah Allah ini menjadi kisah sejarah dalam hidup manusia, akan menjadi nyata seumpama seorang imam mampu menggerakkan (memberikan pengaruh positif) setiap jemaat untuk menjadi penghubung warta iman ini kepada jemaat lainnya. Kerjasama imam dan jemaat ini menjadi sarana efektif agar pewartaan iman dalam gereja secara khusus gereja diaspora menjadi nyata (artinya sampai kepada jemaat). Oleh karena itu setiap jemaat punya peran sebagai juru warta ini. Saya membayangkan simbah-simbah yang pagi-pagi datang merayakan ekaristi dan kemudian dengan kegembiraan hati pergi ke pasar sambil membawa sebuah tenggok berisi sayuran dan menjualnya kepada orang lain hingga seorang karyawati sebuah BUMN yang tetap bersemangat dalam kerja lemburnya sambil membaca mobile bible[4] dari handphonenya mampu membagikan pengalaman imannya melalui pekerjaannya setiap hari kepada seiap orang yang dijumpainya, tentunya bukan hanya orang-orang yang seagama dengannya. Dalam kehidupan parokial tentunya juga demikian, mulai dari seorang koster, tukang masak pasturan sampai Prodiakon atau Dewan Paroki mempunyai peran khas masing-masing dan saling melengkapi satu sama lain. Disinilah sungguh hadir Gereja, dimana hadir pribadi-pribadi yang mampu menjalankan peran dalam pelayanan yang sama yaitu supaya warta Injil sampai kepada setiap orang. Ada kesatuan peran dalam pelayanan, yang mempersatukan adalah Warta Sabda hanya saja mereka mengambil peran melalui tugas khas kehidupan mereka masing-masing.

Dalam situasi demikian peran imam adalah mengusahakan Gereja yang accessible (mudah dimasuki) bagi semua orang yang mendambakan warta iman. Tantangannya adalah mengusahakan berbagai karya pelayanan yang beragam (yang tidak hanya dibatasi oleh teritorial) sehingga semakin banyak orang merasa hidup dalam iman dan menangkap kisah hidup Allah melalui berbagai karya pelayanan tersebut.


Apa yang Menjadi Dasarnya?

Melalui liturgi tahbisan (secara khusus penumpangan tangan dan doa tahbisan) seorang imam diperbaharui dalam roh. Roh yang membangkitkan Yesus dari kematian, Roh yang senantiasa menyertai Gereja dimohon supaya bekerja dalam diri imam pula. Peran imam hanya mampu terlaksana apabila mengandalkan pada Roh, yaitu hidup ilahi yang diberikan kepada manusia sehingga seorang tertahbis yang memangku martabat imamat dalam dan melalui dirinya terlibat dalam karya kreatif Allah yaitu memaklumkan Diri-Nya dalam Warta Sabda. Mengutip pernyataan Paulus dalam 2 Kor 5:14a “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami” saya meyakini bahwa semua bentuk ministering dalam Gereja mendapat dasarnya pada Kristus. Peran Imam sebagai penyambung (connector) bukan hanya berperan dalam dirinya sendiri tetapi juga mengikutsertakan seluruh umat beriman untuk berperan serta juga menyambungkan kisah Allah kepada manusia dan kisah manusia kepada Allah. Pelayanan serta hidup para presbiter diikat dalam kesatuan dengan kristus sehingga mereka mampu bertindak dalam pribadi Kristus Kepala[5].


[1] Mangunwijaya, Pr., YB., Gereja Diaspora, Kanisius, Yogyakarta, 1999, 53.

[2] Mangunwijaya, Pr., YB., Gereja Diaspora, 81.

[3] Pastores Dabo Vobis no. 35.

[4] Mobile Bible adalah layanan sms harian yang di dalamnya berisi teks salah satu pikop kitab suci dan bahan renungan singkat berdasar perikop tersebut.

[5] Prebyterorum Ordinis no. 2.



[get this widget]

0 comments: