Sekilas membaca buku Neoliberalisme Menumpas Petani: Menyingkap Kejahatan Industri Pangan (Khudori: 2004), Khudori hendak memaparkan mengenai kronologi penjajahan pertanian yang terjadi di Indonesia maupun dalam skala global dunia. Penjajahan pertanian model baru yang dialami bangsa ini sebenarnya mempunyai akar yang sudah lama berkembang sejak zaman kolonialisme berlangsung. Kronologi Neoliberalisme pertanian dipicu dengan adanya revolusi industri pada awal-awal perkembangan kapitalisme pada abad ke-17. Neoliberalisme pertanian semakin berkembang setelah muncul konsep pasar bebas dan perdagangan bebas yang dilontarkan Adam Smith dan menjadi acuan banyak negara. Model liberalisme ini menjadi dasar ekonomi Amerika, Inggris dll. pada tahun 1800-1900an. Beberapa negara seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan beberapa negara Eropa lainnya mulai beranjak dari negara berbasis pertanian menjadi negara industri modern. Konsep ini runtuh pada tahun 1930 karena terjadi great depression yaitu krisis ekonomi di berbagai negara dan konsep ini digantikan dengan pandangan Keynesian. Pandangan ini memberi peluang lebih besar pada peran pemerintah untuk campur tangan terhadap pasar. Rezim kolonialisme semakin berkembang dengan berbagai macam faktor yang turut mengambangkan seperti dibukanya terusan Suez yang menghubungkan Eropa dengan Asia, revolusi industri dll, maka pada tahun 1870 menjadi awal kelahiran imperialisme. Imperialisme digawangi oleh negara-negara Eropa akhirnya memasuki sejarahnya di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Perkembangan industri di negara Barat membutuhkan bahan mentah untuk industrinya, oleh karena itu negara-negara Barat seperti Portugis, Belanda banyak mencari bahan mentah di kawasan Asia tenggara seperti Indonesia. Pada tahun 1602 Cornelis de Houtman mendirikan kongsi dagang di Nusantara. Belanda dengan VOCnya memonopoli perdagangan apalagi ditambah dengan pendirian industri-industri asing di wilayah nusantara ini. Kelahiran zaman baru kolonialisme ditandai dengan pemberlakuan culturr stelsel (tanam paksa). Banyak perusahaan asing tertarik untuk berinventasi di nusantara terlebih karena melimpahnya sumber daya alam di nusantara ini. Perkebunan tetap menjadi point of interest kolonialisme untuk menghisap dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Pemberlakuan Agrarische Wet pada tahun 1870 merupakan penyimpangan sejarah pertanian karena undang-undang ini memberikan kemudahan pada kapitalisme modal untuk menyewa tanah rakyat dalam skala yang luas dan dalam jangka waktu tertentu. Kepemilikan tanah akhirnya mengerucut hanya pada para pemilik modal dan pejabat pemerintahan. Setelah proklamasi kemerdekaan, perubahan di dalam kebijakan pertanian tidak terasa sama sekali. Berbagai upaya dilakukan guna membuat peraturan-peraturan dalam hal pertanian, seperti proyek Revolusi Hijau, namun ternyata hasilnya tidak begitu berpengaruh pada kondisi pertanian di Indonesia. Bahkan semakin lebih parah ketika petani diwajibkan membeli bibit padi yang sudah dimonopoli perusahaan asing, begitu pula kewajiban membeli pupuk hasil produksi perusahaan semakin menambah penderitaan para petani. Hal ini menjadi semakin krusial pada saat pemerintahan Orde Baru justru mengundang kembali IMF dan kebijakan-kebijakan baru pertanian selalu dibawah tekanan IMF. Kondisi pertanian di Indonesia semakin parah, setelah kolonialisme kemudian kebijakan Orde Baru sekarang mengalami penjajahan model baru ala neoliberalisme.
Berbicara mengenai kolonialisme pertanian, dapat diamati bahwa bentuk-bentuk kolonialisme dari waktu ke waktu semakin berkembang. Kolonialisme ternyata tidak hanya menakhlukkan negara-negara (daerah) jajahan saja tetapi juga sekaligus mengeruk sumber daya alam di Indonesia. Dengan kata lain bahwa agenda kolonialisme bukan hanya agenda politik tetapi juga ekonomi. Tanah pertanian di nusantara akhirnya menjadi komoditi, bukan hanya hasil pertanian tetapi lahan pertanian milik petani menjadi kehilangan perannya sebagai lahan pertanian tetapi sudah menjadi barang dagangan yang diperjual-belikan kepada pengusaha asing. Pertanian di Indonesia tidak menunjukkan kemajuan kendati Indonesia termasuk negara yang melimpah akan sumber alam namun begitu mudahnya sumber alam ini diinvestasikan kepada bangsa asing. Surplus pertanian dihisap habis-habisan oleh kolonialisme Belanda sehingga tidak ada lagi uang tersisa bagi para petani untuk memberdayakan dirinya. Kerugian paling besar adalah pada petani penggarap karena mereka tidak mempunyai lahan pertanian tetapi tenaga dan uang mereka dikuras habis untuk mengolah pertanian yang bukan miliknya. Para petani semakin tersingkir, miskin dan kelaparan di tengah negara yang kaya. Setiap keputusan penting bidang pertanian telah disetir oleh perusahaan asing maka pertanian sudah berada dalam cengkeraman neoliberal. Kekuasaan perusahaan asing ternyata telah merambah pada sisi kehidupan terdalam manusia yaitu bidang pangan terlebih pertanian. Mungkinkah nasionalisasi pertanian? Beberapa gerakan pertanian sudah mulai digulirkan, contohnya: gerakan tani lestari di daerah Yogyakarta. Hal ini menjadi salah satu peluang untuk memikirkan dan mengembangkan pertanian mandiri yang diolah dan dikerjakan oleh petani lokal dengan memakai sarana pertanian seperti benih dan pupuk hasil olahan para petani sendiri.
Sumber:
Khudori, Neoliberalisme Menumpas Petani: Menyingkap Kejahatan Industri Pangan, Resist Book, 2004.
[get this widget]